Jangan salahkan aku. Sungguh pahit tatapanmu. Beranjak dari ruang pandangmu, aku berlari. Sudah cukup. Aku mau lolos dari rasa ini. Takut. gugup. Semua berkecamuk. Dalam hati aku mengamuk, hanya itu. Mau apa lagi? mencari alasan tepat. Tak terdeteksi. Mencari alasan tepat. Membuat strategi. Strategi dusta tak bertepi.Kuhargai karyamu pada setiap relung hatiku. Sedikit banyak aku mau mati bersamamu. Tapi ternyata, aku terlalu muda untuk itu. Kuhargai pahatanmu pada palung hatiku. Terlalu banyak terima kasih yang tak terucap padamu. Kuhargai lukisan yang kau coretkan di pelupuk mataku.
Ini hanya monolog dua arah. Membuka celah. Pada setiap makian dalam aliran darah. Satu pertanyaan yang selalu muncul dan tak tersanggah. Aku, siapakah?
Pesan-pesan pendek kata maaf. Aku rindu dialogmu. Percakapan kita buntu. Andai kau lihat wajahku. Aku rindu dialogmu. Andai kau baca monolog ku. Kotak peraduan adalah wujudku. Extra besar pasti muat apapun itu. Tapi pernahkah kalian bertanya apa masalahku? Sungguh kalian selalu. Tapi menjawabnya aku malu. Terlalu. Sungguh tiada pantas telingamu mendengar keluh. Terlalu banyak peluh, saatnya manis itu kau rengkuh. Walau jauh.Ini cuma keluhan, tiada manfaat dalam kandungan. Strategi besar kebohongan. Sedikit pandangan. Maaf sedikitpun tak kuharapkan. Apalagi saran. Hanya sanggahan. Pertanyaan. Dan desakan pada sebuah keanehan yang kalian temukan. Pada setiap ketikan. Dan rasa bosan.
Bermanfaat? Tak akan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment