Kenderaan tanpa perasaan berwarna kuning, hijau, merah, dan biru mengisi jalur sibuk mahasiswa dengan suara-suara tak bermakna. Penuhi telinga. Tak gubris seorang pria dengan seragam yang dibangga-banggakannya. Yang jadi penopang hidup keluarganya.Aku berdiri disebelah tempat sampah illegal yang tak pernah diusut siapa yang memulai. Sedikitpun tak ada bau bangkai. Indra penciuman tiada lagi memberi pesan damai. Tertutup oleh tirai. Sebuah barikade mobil personil LLAJ, asap, dan khalayak ramai.Beberapa mahasiswa baru berkoar tentang bagaimana sulitnya gelar “MAHASISWA” itu mereka capai.
Mendung, sesekali terdengar guruh. Gumpalan awan berisi air itu tiada juga runtuh. Tapi, pasti akan terkoyak oleh doa-doa penghapusan dosa, yang mereka lafalkan dari desa ke kota. Meminta yang kuasa agar segera mengirim malaikatNya untuk membantai iblis-iblis dalam tubuh mereka. Yang melelapkan mereka terus di waktu Subuh. Yang membuat tunas-tunas tak sanggup tumbuh, jadi lumpuh. Dan jadi penahan bagi doa-doa pengoyak gumpalan awan yang berisi air yang tak juga runtuh.Dan kemudian, proses itu akan kembali. Sampai sang waktu bosan menunggangi komedi putar rutinitas yang sudah dianggap basi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment