Jemari Pembuka Pandora, Dan Dilema Kala Senja

Penemuan terbaru. Hulu ledak dengan nafas berat. Bom Hardcore penyebab tawa membeku. Menikmati sengatan listrik epileptik budaya barat. Bangga menyaksikan moshpit penuh tinju dan lemparan batu.

Mata tertuju pada boot tertetes tuak. Saat teriakan kami menyeruak mengimbangi amarah kalian, cukup sudah kami merasa muak.

Persamaan itu pilihan.
Perbedaan itu mutlak.

Menebar bibit, menitip benih. Pada setiap kantung kemih yang kau isi dengan arak putih. Mari berfikir picik. Kita ubah generasi dengan cara melempar mikrophon tanpa mengucap kalimat mendidik. Mari berfikir sempit. Acungkan jari tengah pada sahabat yang optimis saat kau bergelar “pailit”.

Membuka Kotak Pandora. Memaksa keluar tenaga. Bertatapan mata. Sahabat adalah saling menjaga. Berebut lahan. Cabut patok-patok mereka. Kubur mimpi-mimpi mereka. Bakar kota mereka. Saat dingin tiba, menyusul angin maaf menyelusup melewati jendela. Terhalangi Cerberus yang angkuh menatap dengan enam matanya. Sang maaf berputar arah. Saat itulah senja.

Berlarut-larut pada kepingan luka. Membekukan tawa. Dendam dan dendam lainnya melahirkan dilema. Kemudian saat dia dewasa, berganti nama menjadi angkara. Memiliki teman imajiner bernama murka. Jadilah sesal mengendap. Pada dasar hati yang paling gelap. Bercumbu di semak tempat hewan berderap. Jadikan engkau seperti supir angkot kalap.

No comments:

Post a Comment