Pemilik rahim penuntun arah. Teracuhkan oleh peradaban yang bobrok sudah. Tapi kau tak pernah menyerah. Sedetikpun tak pernah.
Kau punggungi rasa sakit. Memaniskan pahit. Susah payah kau menjaga agar bumi tak pernah terasa sempit dan menghimpit.
Bagiku putramu, oh Ibu.
Masih saja aku ragu. Masih saja dengan kasar lidahku berujar, "Dimana cintamu?".
Aku tak percaya durhaka akan berujung batu.
Namun cinta itu, membuatku mengemis surga di telapakmu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment