Janji Di Persimpangan

Dua mata terpana cipta rona bahagia.

Atau haru?

Jemarinya berbicara. Pena menuntun arah. Oh, dimanakah kau arah?

Tintanya membuatku buta.

Atau bisu?


Jika jawabannya adalah tangisan, maka aku lebih baik diam. Menikmati siksa ini lebih dalam. Kini sumpahku tak lagi membebaskan. Tapi aku dijanjikan.

Janji di persimpangan.
Janji yang disaksikan oleh gedung tinggi peradaban dan asap kendaraan.
Terkadang oleh hujan yang mengguyur sebahagian.

Aku menyimak!
Jangan anggap aku bidak. Sekedar perca kain penutup celah terkoyak. Suaraku sudah serak.

Aku terluluhlantak.

2 comments: