Pijakanku tak setegar dulu. Aku tak pernah tahu apakah duniamu memberiku waktu. Dan bagiku, jalur itu berarah satu. Tak ada istilah ragu.
Aku dipelototi oleh bola mata keresahan yang aku ciptakan sendiri. Tenang saja, ujarmu pasti. Penawarku adalah utopia yang terlalu dini. Racun itu bernama elegi.
Menari di ruang sempit. Berbisik di sela jerit. Aku tak akan berhenti hanya karena sedikit rasa sakit. Berapa lama aku akan bertahan dengan kerongkongan terbelit dan bergelantungan di hitamnya langit?
Subscribe to:
Posts (Atom)